Siapa yang tidak kenal dengan kota Sidikalang Kabupaten Dairi, kota penghasil kopi, cita rasa kopi yang sulit ditemukan, kota penghasil hasil bumi dan rempah-rempah, kota dengan kekayaan tambang yang terpendam, kota dingin berada di kaki gunung bukit barisan. Yang didiami oleh beberapa suku ras agama, merepresentasi kekayaan suku bangsa. Namun pun demikian, ada satu suku asli mendiami kota tersebut, yang diakui sebagai suku asli di kota itu, suku Pakpak.
Dalam pendengaran sepintas kita agak tertipu dengan salah satu suku di pedalaman Papua, suku Fakfak, namun di kota Sidikalang ada kemiripan lafal dan sebutan kata pada suku tersebut. Penyebutan suku Pakpak dan Fakfak, agak sulit memang membedakanya. Keduanya memang suku yang sangat jauh berbeda, tak ada rumpun yang mengaitkan persamaan dari suku tersebut, kemiripan pelafalan hanya faktor kebetulan.
Kota sidikalang yang dihuni oleh lebih dari 100.000 ribu penduduk, bermacam suku dan agama didalamnya. Atas keaneka ragaman suku agama tertentu, kota itu menganut heterogen dan majemuk. Heterogen dimaksud adalah berbaurnya suku bangsa dengan berpedoman pada kesamaan, keselarasan, pandangan terhadap paradigma hidup, tanpa memandang tingkat atau level yang dianut berdasarkan kesukuan. Artinya suku apapun yang dianut oleh seseorang tidak membatasi untuk bereksplorasi dan berkembang di daerah itu. Siapa saja boleh menjadi pemimpin dan penguasa tanpa membedakan suku apapun yang dianut.
Kota Sidikalang yang dihuni oleh suku Pakpak sebagai suku asli. Mendiami daerah tersebut, namun demikian halnya, suku Pakpak sangat terbuka terhadap suku bangsa pendatang, dibuktikan dengan cukup banyaknya suku suku bangsa berbaur di daerah itu, suku Karo yang mendominasi satu tempat menjadi hidup yang berpengaruh dan memiliki peran, dan demikian pula suku Toba juga mendiami beberapa tempat menjadi seorang panutan dan pemimpin dari masa ke masa, suku Jawa mengambil peran penting dalam pengambilan keputusan, suku Nias memiliki pengaruh tersendiri. dan suku suku lainnya juga ikut mengambil peran.
Heterogen dimaksud telah menjadi sebuah jawaban jika di kota sidikalang tidak tertutup pada suku apapun, kemanjuran Heterogenitas itu terjadi dilihat dari cukup banyaknya nya suku suku pendatang menjadi lebih makmur, bahkan menjadi penguasa dikampung bukan kampung asal, banyak suku suku pendatang menjadi seorang pemimpin disalah satu instansi, menjadi orang yang dipanuti atas identitas yang dimiliki, arti Heterogen dimaksud telah tergenapi jika suku asli maupun suku pendatang menjadi sama dan berimbang.
Sangat jauh berbeda jika kita melihat didaerah daerah tetangga sekitar, bahwa didaerah tersebut lebih mendominasikan makna Patrilinear kesukuan, mengedepankan suku asli yang terlahir sebagai pemimpin corong terdepan, misalnya di daerah Karo yang mendominasi kepemimpinan dan pengaruh didaerah tersebut, demikian halnya suku Batak Toba, mengedepankan patrilinear kesukuan, suku asli terlahir sebagai penentu dan pengambil sikap.
Heterogen dan kemajemukan di kota sidikalang, menjadi tameng bagi suku suku pendatang untuk berbaur dan mendapatkan kehidupan yang lebih layak, keterbukaan dan saling isi mengisi menjadi hadiah besar bagi suku pendatang. Suku Pakpak sebagai suku asli seharusnya diberikan apresiasi terhadap penalaran logika yang tepat terhadap makna heterogen dan majemuk. Suku Pakpak sangat menjiwai makna tersebut. Sehingga peluang itu yang sebenarnya digunakan oleh suku pendatang untuk bertahan hidup.
Sepantasnya kota Sidikalang (suku Pakpak) diberikan apresiasi terhadap keberhasilan menciptakan suasana Heterogenitas dan Kemajemukan suku.
Sidikalang, 12 Mei 2019
Marudut Parsaoran.
Okk
BalasHapusIj
Hapus